TENTANG SAYA :

Foto saya
BATAM, KEPULAUAN RIAU, Indonesia
humoris, mudah bergaul, suka jalan-jalan, suka diskusi, suka nyanyi (untuk diri sendiri..he..he), dan pastinya suka ditraktir...???

Pulang Kampung

Pulang Kampung
KA.Purwojaya membawa isteri dan anak-anaku dari Jakarta ke Cilacap

Mejeng di Pantai Teluk Penyu Cilacap

Mejeng di Pantai Teluk Penyu Cilacap
Aku dan anaku menyempatkan diri mejeng di Pantai Teluk Penyu Cilacap (saat Pulang Kampung)...ingat masa-masa kecil dulu

Aku dan Taufik Hidayat

Aku dan Taufik Hidayat
Taufik Hidayat berkesempatan foto bareng aku saat diadakan Simulasi Tim Piala Thomas yang diadakan di Hall Bulutangkis Orchird Park - Batam Centre

Selasa, 10 Februari 2009

MENYEMIR RAMBUT DALAM PANDANGAN ISLAM

Ustadzah Ummu ‘Affan Nafisah Bintu Abi Salim dan Ustadzah Ummu Ishaq

Banyak cara yang dilakukan wanita untuk tampil beda. Salah satunya dengan menyemir rambut. Hal ini mereka lakukan sebagai satu cara agar tampak lebih cantik, menurut anggapan mereka tentunya. Bagaimana Islam memandang hal ini?

Budaya menyemir rambut telah sedemikian menggejala. Banyak kita dapati ibu dan remaja putri berambut pirang, atau warna lainnya yang berbeda dengan warna rambutnya yang asli.

Adapun menyemir rambut dengan warna selain hitam adalah sesuatu yang lumrah dari kacamata syariat, bagi seorang tua yang telah beruban atau mereka yang beruban sebelum waktunya. Lalu bagaimana hukumnya bila yang melakukan hal ini selain mereka?

Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin dan Asy Syaikh Shalih Al Fauzan pernah ditanya tentang permasalahan ini. Fatwa keduanya yang dinukil dari kitab Fatawa Al Mar’ah (1/520-522), terangkum dalam pembahasan berikut (disertai beberapa tambahan).

Masalah mewarnai (menyemir) rambut itu sendiri bisa dirinci sebagai berikut:


1. Menyemir rambut yang telah beruban dengan menggunakan inai/pacar atau yang selainnya. Hal ini merupakan sunnah yang diperintahkan dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka membiarkan ubannya dan tidak menyemirnya. Rasulullah bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya Yahudi dan Nasharani tidak menyemir ubannya, maka selisihilah mereka” (Shahih Hadits riwayat Al Bukhary dan Muslim dalam Shahih keduanya)

Namun tidak boleh mengecat/ menyemir uban dengan warna hitam murni karena adanya larangan dari Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.


Jabir Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Didatangkan Abu Qufahah ayah Abu Bakar Ash Shidiq Radhiyallahu ‘Anhu ke hadapan Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dalam keadaan rambut dan jenggotnya memutih dipenuhi uban. Melihat hal tersebut bersabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): Ubahlah uban ini dan jauhilah warna hitam.” (Shahih Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya)”.

Dengan adanya larangan Rasulullah Sholallau ‘Alaihi Wasallam ini maka wajib bagi seorang muslim untuk menghindari menyemir rambutnya dengan warna hitam. Selain itu seseorang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam seolah-olah menentang sunnatullah (ketetapan Allah) pada ciptaan-Nya.


Sebagaimana dimaklumi, rambut seseorang dimasa mudanya berwarna hitam, namun kemudian memutih karena usia atau hal lain. Orang yang mengalami keadaan ini berusaha menolak ketetapan Allah dengan menghitamkannya kembali. Maka yang demikian ini termasuk mengubah ciptaan Allah Subhanahu Wata’ala. Selain itu seseorang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam untuk menutupi kenyataan bahwa ia telah tua dan beruban pada kenyataannya juga tidak sepenuhnya dapat menyembunyikannya keberadaan ubannya. Karena bagaimanapun tetap akan nampak bahwa rambutnya itu hasil semiran dan pangkal rambutnya akan tetap berwarna putih.


2. Selain uban hendaknya dibiarkan sebagaimana aslinya dan tidak dirubah/ disemir. Kecuali jika warna rambutnya tersebut dianggap jelek maka boleh disemir dengan warna yang sesuai, sekedar menghilangkan warna yang jelek tersebut. Sedangkan rambut lainnya yang tidak ada masalah padanya maka dibiarkan sebagaimana aslinya karena tidak ada keperluan untuk mengubahnya.

Juga ditanyakan kepada kedua Syaikh tentang hukum menyemir sebagian rambut atau menyemir beberapa bagian rambut wanita dengan warna yang berbeda dari warna aslinya, baik itu dengan warna putih, merah, ataupun pirang keemasan, sehingga sebagian rambutnya berwarna asli dan pada bagian yang lain terwarnai.


Keduanya mengatakan, dikhawatirkan hal itu menyerupai wanita kafir jika model demikian bersumber dari mereka, sementara ada larangan untuk menyerupai mereka. Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka” (Hadits riwayat Abu Dawud. Asy Syaikh Al Albani berkata dalam Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah hal 204: “isnadnya shahih”)”.


Asy Syaikh Al Al Bani menyatakan wajb bagi setiap muslim, laki-laki maupun wanita, untuk memperhatikan masalah tasyabbuh ini dalam seluruh keadaan mereka, khususnya dalam penampilan dan pakaian mereka….(Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah hal 206).

Dan tentunya masalah penataan dan pemodelan rambut juga termasuk ketentuan di atas.

Wallahu ‘alam.

Jumat, 06 Februari 2009

ASAL-USUL YAHUDI

Untuk mengetahu asal usul Yahudi tidak bisa terlepas dari keharusan untuk mengetahui tokoh Ibrahim yang dalam hal ini dipandang sebagai nenek moyang tiga agama monotheistik dan semitik, Yahudi, Kristen dan Islam.

Sebagaimana telah diketahui bahwa Ibrahim tampil dalam pentas sejarah sekitar 3.700 tahun yang lalu. Ia berasal dari Babylonia, anak seorang pemahat patung istana yang bernama Azar "atau Terach dalam Kitab Madrash yang ditulis para rabii pemula".

Sejak usia bocah Ibrahim sudah menampilkan cara berfikir tajam dan kritis. Suatu saat ia melihat hal yang tidak sesuai dengan akal sehatnya, ayahnya memahat batu dan setelah selesai menjadi patung sang ayah lalu menyembahnya.

Ibrahim memberontak yang berakibat ia harus dihukum bakar, tapi berhasil diselamatkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia kemudian lari atau hijrah ke arah Barat, tepatnya ke daerah Kanaan, yaitu Palestina selatan. Karena daerah ini mengalami wabah paceklik, ia pergi ke Mesir bersama istrinya, Sarah dan menetap di sana sementara waktu.

Keberadaan Ibrahim sangat mengesankan Firoun, raja Mesir, ia menerima hadiah seorang wanita budak yang cantik yang bernama Hajar. Lalu ia pulang kembali ke Kanaan; sebab usianya bertambah lanjut, ia sangat mendambakan seorang keturunan.

Ia-pun berdoa memohon kepada Tuhan agar diberi keturunan untuk meneruskan misi kemanusiaan. Istrinya, Sarah berbaik hati dan mengijinkan Ibrahim mengawini budak perempuan mereka asal Mesir, Hajar. Dari Hajar ia dikaruniai seorang putra yang bernama Ismael (Ismail), yang dalam bahasa Ibrani berarti Tuhan telah mendengar, yakni telah mendengar doa Ibrahim yang memohon keturunan.

Ibrahim sangat mencintai Ismail dan ibunya, Hajar, sehingga menimbulkan perasaan tidak senang pada istri pertamanya, Sarah. Maka Sarah meminta Ibrahim untuk membawa Ismail dan ibunya keluar dari rumah tangga mereka. Ibrahim diberi petunjuk Tuhan dengan bimbingan malaikat-Nya agar membawa anak dan istrinya ke arah selatan dari Kanaan, sampai ke suatu lembah yang tandus dan gersang, tiada tumbuhan, yaitu Makkah.

Setelah tiba di lembah tandus itu sesuai dengan petunjuk Tuhan lagi, Ibrahim kembali ke Kanaan, tapi sekali waktu ia menyempatkan diri menjenguk Ismail di Makkah sampai anaknya itu mencapai usia dewasa. Sementara Ibrahim bersama Sarah tinggal di Kanaan, dan terkadang pergi ke Makkah untuk melaksanakan perintah Tuhan (Haji).

Dengan ijin dan kekuasaan Tuhan mereka dikaruniai seorang putra, Ishaq, yang juga menjadi Nabi dan Rasul Allah untuk mengemban tugas mengajari umat tentang faham tauhid, dan mempertahankan ajaran itu sampai akhir jaman.

Malahan sebagai rahmat Allah kepada Ibrahim, dari keturunan Ishaq banyak lahir para Nabi dan Rasul Allah. Ishaq dianugerahi Tuhan seorang anak bernama Yaqub yang digelari Israel, yang dalam bahasa Ibrani berarti "Hamba Allah" jadi identik dengan arti Abdi Allah dalam Bahasa Arab, konon karena ia rajin beribadah menghambakan diri kepada Allah.

Anak turun Nabi Yaqub atau Israel ini berkembang biak, dan menjadi nenek moyang bangsa Yahudi, yang juga disebut Bani Israel (anak turun Israel).

Anak-anak Yaqub berjumlah dua belas orang, sepuluh orang dari istri pertama, dua orang lagi dari istri kedua, yaitu Yusuf dan Benyamin. Sepuluh anak Yaqub itu ialah Rubin, Simon, Lewi, Yahuda, Zebulon, Isakhar Dan, Gad, Asyar dan Naftali.

Karena berbagai kelebihan Yusuf, Yaqub sangat menyintai anaknya itu melebihi cintanya kepada anak-anaknya yang lain, dan hal ini mengundang rasa tidak enak pada saudara-saudara tuanya dari istri pertama.

Lalu mereka bersekongkol untuk menyingkirkan Yusuf, tapi berkat lindungan Tuhan, Yusuf bisa selamat. Yusuflah yang secara tidak langsung membawa Yaqub beserta seluruh keluarganya pindah ke Mesir, yang menjadi pusat peradaban dunia waktu itu.

Di Mesir inilah sebenarnya keturunan Yaqub atau Israel itu berkembang biak melalui anak-anaknya yang dua belas. Maka dari sinilah sebetulnya asal mula Bani Israel atau Bangsa Yahudi itu terbagi menjadi dua belas suku. Tapi Firoun yang dzalim itu merasa tidak senang terhadap keturunan Yaqub. Apalagi sebagian dari keturunan Yaqub itu menganut agama Taurat atau Monotheisme yang berlawanan dengan agama Mesir yang Mushrik atau Politheistik.

Nabi Dawud sebagai raja kerajaan Judea Samaria digantikan oleh anaknya, Nabi Sulaiman. Di bawah pimpinan Sulaiman bangsa Yahudi, anak turun Israel atau Nabi Yaqub ini mengalami jaman keemasan. Yerussalem dibangun dan pada dataran di atas bukit Zion yang menjadi pusat kota itu, didirikan pula tempat ibadah yang megah.

Orang Arab menyebutnya Haikal Sulaiman (Kuil Sulaiman, Solomon Temple), yang juga disebut al-Masjid al-Aqsa, "Masjid yang jauh dari Makkah". Sebagaimana kota Yerussalem, tempat masjid itu di kenal orang Arab sebagai al-Quds atau Bait al-Maqdis, Bait al-Muqoddas, yang semuanya berarti kota atau tempat suci.

Sayang, anak turun Nabi Yaqub itu terkenal sombong dan suka memberontak. Ini membangkitkan murka Tuhan yang pada gilirannya mereka harus menerima azab-Nya. Al-Quran sendiri menggambarkan betapa Bani Israel itu membuat kerusakan di bumi, berlaku angkuh, chauvinis, merasa paling unggul dan paling benar sendiri.

Peristiwa ini terjadi sekitar tujuh abad sebelum masehi, ketika bangsa Babilonia dipimpin Nebukadnezar datang menyerbu Yerussalem dan menghancurkan kota itu termasuk masjid Aqsa-nya.

Berkat pertolongan dan kebesaran Tuhan, bangsa Bani Israel bisa kembali lagi ke tanah Yerussalem. Tapi sekali lagi mereka bersikap congkak dan membuat kerusakan di muka bumi, maka Allah-pun menurunkan siksa-Nya untuk kedua kali pada tahun tujuh puluh masehi, karena dosa mereka menolak kerasulan Nabi Isa al-Masih dan menyiksa para pengikutnya.

Ini bisa dibuktikan ketika kaisar Titus dari Roma meratakan Yerussalem dengan tanah, dan menghancurkan lagi masjid Aqsa yang mereka bangun. Dari bangunan itu tidak ada yang tersisa kecuali Tembok Ratap (tempat orang-orang Yahudi meratapi nasib mereka). Akibat dosa itu orang Yahudi mengalami diaspora, mengembara di bumi terlunta-lunta sebab tidak bertanah air, dan hidup miskin di Geto-geto. Bangunan yang hancur itu dibangun kembali oleh umat Islam dan diwarisinya sampai sekarang.

Yerussalem jatuh ke tangan Arab Muslim pada jaman Umar bin Khattab. Ketika datang ke sana untuk menerima penyerahan kota itu, ia merasa kecewa sekali melihat tempat masjid Aqsa telah dijadikan pembuangan sampah oleh umat Nasrani yang ingin melecehkan agama Yahudi.

Umar beserta tentara Islam membersihkan tempat itu, menjadikan tempat salat dan mendirikan masjid sederhana. Masjid Umar itu diperbaharui menjadi bangunan megah oleh khalifah Abd al-Malik bin Marwan dari Bani Umayyah.

Kisah perjalanan Nabi Ibrahim dan anak cucunya ini dikedepankan dengan maksud untuk menyadarkan kita semua betapa tokoh yang disebut sebagai imam umat manusia ini mempunyai kaitan erat dengan agama Islam.

Dari Isa itu tampak bahwa antara Makkah dan Yerussalem ada hubungan yang sangat erat terutama hubungan antara agama Yahudi, Kristen dan Islam.

Menurut Nabi Muhammad, ada tiga kota suci yang dianjurkan kepada kaum Muslimin untuk mengunjunginya yaitu Makkah dengan masjid Haramnya, Madinah dengan masjid Nabawinya dan Yerussalem dengan masjid Aqsanya.

Karena itu ketika Nabi melakukan shalat yang harus menghadap Yerussalem sewaktu masih di Makkah, ia memilih tempat di sebelah selatan Kabah agar bisa menghadap ke Kabah sekaligus ke Sakhrah di Yerussalem.

Tetapi ketika pindah ke Madinah, ia tidak bisa melakukan hal itu sebab Madinah terletak di sebelah utara Makkah. Maka Nabipun mohon perkenan Tuhan untuk pindah kiblat dari Yerussalem ke Makkah. Perpindahan ini mengisyaratkan makna yang amat dalam bahwa Nabi mengajarkan dan mengajak manusia kembali ke agama Nabi Ibrahim yang asli, yang disimbulkan oleh Kabah sebagai peninggalannya yang terpenting.

Agama Nabi Ibrahim yang asli itu biasa disebut Agama Hanafiyah, dan Ibrahim adalah seorang yang hanif, yang artinya bersemangat kebenaran, dan Muslim yang berarti bersemangat pasrah dan taat kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Maka ketika Rasul Allah terlibat polemik dengan para penganut Agama Yahudi yang muncul melalui kerasulan Musa sekitar lima abad sesudah Nabi Ibrahim, dan penganut Agama Nasrani yang muncul sekitar tiga belas abad setelah Nabi yang sama, wahyu Tuhan kepada Muhammad menegaskan bahwa Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani, melainkan seorang yang hanif dan muslim.

Nabi dan para pengikutnya diperintahkan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim yang hanif itu. Berkaitan dengan kesinambungan agam Ibrahim yang hanif itu, Tuhan sudah wanti-wanti kepada Nabi untuk menjaga keutuhan agama itu, tidak terpecah belah didalamnya, yaitu agama yang telah diwahyukan kepada Nabi Ibrahim, Musa dan Isa.

Rabu, 04 Februari 2009

KISAH DIBALIK SHOLAT 5 WAKTU


Ali bin Abi Talib r.a berkata :

Sewaktu Rasulullah SAW duduk bersama para sahabat Muhajirin dan Ansor, maka dengan tiba-tiba datanglah satu rombongan orang-orang Yahudi, lalu berkata :
"Ya Muhammad, kami hendak bertanya kepada kamu kalimat-kalimat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa A.S yang hendak diberikan, kecuali kepada para Nabi utusan Allah atau Malaikat Muqarrab"

Lalu Rasulullah SAW bersabda : " Silahkan kalian bertanya"

Berkata orang Yahudi : "silahkan terangkan kepada kami tentang 5 waktu yang diwajibkan oleh Allah keatas umatmu".
Sabda Rasulullah SAW : "Sembahyang Dzuhur pada saat tergelincir matahari, maka bertasbihlah segala sesuatu kepada TuhanNya, Sembahyang Ashar itu ialah saat ketika Nabi Adam A.S memakan buah Khuldi, Sembahyang Maghrib itu adalah saat Allah menerima taubat Nabi Adam A.S, maka setiap mukmin yang bersembahyang Maghrib dengan ikhlas kemudian dia berdoa meminta sesuatu kepada Allah, maka pasti Allah akan mengabulkan permintaannya. Sembahyang Isya itu ialah sembahyang yang dikerjakan oleh para Rasul-Rasul sebelumku, Sembahyang Subuh adalah sebelum terbit matahari, ini karena apabila matahari terbit, terbitnya diantara dua tanduk setan dan disitu sujudnya tiap orang kafir."

Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasulullah SAW, maka mereka berkata : "Memang benar apa yang kamu katakan itu Muhammad, katakanlah kepada kami apakah pahala yang akan didapati oleh orang yang sembahyang?", lalu Rasulullah SAW bersabda: " Jagalah waktu-waktu sembahyang terutama sembahyang yang pertengahan. Sembahyang Dzuhur, pada saat itu nyalanya api neraka Jahanam, orang mukmin yang mengerjakan sembahyang pada ketika itu akan diharamkan keatasnya api neraka Jahanam pada hari Kiamat"

Sabda Rasulullah SAW lagi : " Manakala Sembahyang Ashar, adalah saat dimana Nabi Adam A.S memakan buah Khuldi. Orang mukmin yang mengerjakan sembahyang Ashar akan diampunkan dosanya seperti bayi yang baru lahir."

Setelah itu Rasulullah SAW membaca ayat yang bermaksud : "Jagalah waktu-waktu sembahyang terutama sekali sembahyang yang pertengahan, Sembahyang Maghrib itu adalah saat dimana taubatnya Nabi Adam A.S diterima. Orang mukmin yang ikhlas mengerjakan sembahyang Maghrib kemudian meminta sesuatu dari Allah SWT maka Allah akan mengabulkan."
Sabda Rasulullah SAW : "Sembahyang Isya' (atamah). Katakan Kubur itu adalah sangat gelap dan begitu juga pada hari Kiamat, maka seorang mukmin yang berjalan dalam malam yang gelap untuk pergi menunaikan sembahyang Isya' berjamaah, maka Allah akan haramkan dari terkena nyalanya api neraka dan diberikan cahaya untuk menyeberangi Titian Sirath."

Sabda Rasulullah SAW seterusnya : "Sembahyang Subuh pula, seorang mukmin yang mengerjakan sembahyang Subuh selama 40 hari secara berjamaah, maka Allah SAW akan memberi 2 kebebasan, yaitu :
1. Dibebaskan dari api neraka,
2. Dibebaskan dari Nifaq.

Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasulullah SAW, maka mereka berkata : "Memang benarlah apa yang kamu katakan itu wahai Muhammad. Kini katakanlah kepada kami semua, mengapa Allah SWT mewajibkan puasa 30 hari kepada umatmu?"
Sabda Rasulullah SAW : "Ketika Nabi Adam A.S memakan buah dari pohon yang dilarang, lalu makanan itu tersangkut dalam perut Nabi Adam A.S selama 30 hari. Kemudian Allah SWT mewajibkan kepada keturunan Adam A.S berlapar selama 30 hari. Sementara izin makan diwaktu malam itu adalah sebagai karunia Allah SWT kepada mahlukNya."
Kata orang Yahudi : "Wahai Muhammad, memang benarlah apa yang kamu katakan itu. Kini terangkan kepada kami ganjaran pahala yang diperolehi dari puasa itu?."

Sabda Rasulullah SAW : "Seorang hamba yang berpuasa dalam bulan Ramadhan dengan ikhlas kepada Allah SWT, maka dia akan diberi oleh Allah SWT tujuh perkara :
1. Akan dicairkan daging haram yang tumbuh dari badannya (daging yang tumbuh dengan memakan yang haram)
2. Rahmat Allah SWT senantiasa dekat dengannya.
3. Diberi oleh Allah SWT sebaik-baik amal.
4. Dijauhkan dari merasa lapar dan haus.
5. Diringankan baginya siksa kubur (siksa yang sangat mengerikan)
6. Diberikan cahaya oleh Allah SWT pada hari Kiamat untuk menyeberang Titian Sirath.
7. Allah SWT akan memasukannya di Surga.

Kata orang Yahudi : "Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakanlah kepada kami kelebihanmu dibandingkan dengan semua para nabi-nabi?"

Sabda Rasulullah SAW : "Seorang nabi menggunakan doa mustajabnya untuk membinasakan umatnya, tetapi aku tetap akan menyimpan doaku (untuk aku gunakan memberi syafaat kepada umatku di hari Kiamat)".

Kata orang Yahudi : "Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad, kini kami mengakui dengan ucapan 'Asyhadu Alla illaha illallah, wa annaka Rasulullah (kami percaya bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan engkau utusan Allah)'.

"Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah : 155)

Disebutkan didalam satu riwayat, bahwasannya apabila para mahluk dibangkitkan dari kubur, mereka semuanya berdiri tegak diatas kubur mereka masing-masing selama 44 tahun UMUR AKHERAT dalam keadaan TIDAK MAKAN dan TIDAK MINUM, TIDAK DUDUK dan TIDAK BERBICARA.

Bertanya orang Yahudi kepada Rasulullah SAW :
"Bagaimana kita dapat mengenali ORANG-ORANG MUKMIN kelak di hari Kiamat?"

Maka jawabnya Rasulullah SAW, "Umat dikenal karena WAJAH mereka putih disebabkan oleh WUDHU". Bila Kiamat datang maka malaikat datang ke kubur orang mukmin sambil membersihkan debu dibadan mereka KECUALI pada tempat sujud. Bekas SUJUD tidak dihilangkan. Maka memanggillah dari Dzat yang memanggil. Bukankah debu itu dari debu kubur mereka, akan tetapi debu itu adalah debu KEIMANAN mereka. Oleh karena itu tinggallah debu itu sehingga mereka melalui Titian Sirathul Mustaqim dan memasuki alam Surga, sehingga setiap orang melihat para mukmin itu mengetahui bahwa mereka adalah pelayanKu dan hamba-hambaKu. Disebutkan oleh Hadits Rasulullah SAW bahwa Sepuluh orang yang mayatnya TIDAK BUSUK dan TIDAK HANCUR dan akan bangkit dalam tubuh asalnya diwaktu mati :
1. Para Nabi
2. Para Ahli Jihad
3. Para Alim Ulama
4. Para Syuhada
5. Para Penghafal Al Quran
6. Imam atau Pemimpin yang Adil
7. Muadzin (tukan Adzan)
8. Wanita yang mati melahirkan
9. Orang yang mati dibunuh atau dianiaya
10. Orang yang mati disiang hari atau dimalam Jumat, jika mereka itu dari golongan orang yang beriman.

Didalam satu riwayat yang lain dari Jabir bin Abdullah ra, sabda Rasulullah SAW : "Apabila datang hari Kiamat dan orang-orang yang berada didalam kubur dibangkitkan, maka Allah SWT memberi wahyu kepada Malaikat Ridwan : "Wahai Ridwan, sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hambaKu yang berpuasa (ahli puasa) dari kubur mereka didalam keadaan letih dan dahaga. Maka ambillah dan berikan mereka segala makanan yang digoreng dan buah-buahan Surga".

Maka Malaikat Ridwan menyeru : "Wahai sekalian kawan-kawan dan semua anak-anak yang belum baligh, lalu mereka semua datang dengan membawa Dulang dari Nur dan berkumpul dekat Malaikat Ridwan bersama Dulang yang penuh dengan buah-buahan dan minuman yang lezat dari Surga dengan sangat banyak melebihi daun-daun kayu di bumi".

Jika Malaikat Ridwan berjumpa dengan orang mukmin, maka dia memberi makanan itu kepada mereka sambil mengucap sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT didalam Surah Al-Haqqah, yang artinya :
"Makan dan minumlah dengan enak disebabkan AMAL yang telah kamu kerjakan pada HARI yang telah LALU itu."







Senin, 02 Februari 2009

TATA CARA SHOLAT JENAZAH


Sholat Jenazah termasuk sholat yang unik, karena barangkali itulah satu-satunya sholat yang tidak perlu ruku dan sujud. Bahkan tidak ada istilah berapa rakaat. Karena intinya hanya berdiri, takbir sebanyak 4 kali dengan diselingi bacaan dan doa tertentu lalu salam.

Rukun Sholat Jenazah
Sholat Jenazah itu terdiri dari 8 rukun. Rukun ini maksudnya adalah kerangka yang bila ditinggalkan, maka sholat itu menjadi tidak sah.
Adapun 8 rukun tersebut adalah sebagai berikut :
1. Niat
Sholat Jenazah sebagaimana sholat dan ibadah lainnya tidak dianggap sah kalau tidak diniatkan. Dan niatnya adalah untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus". (QS. Al-Bayyinah : 5).

Rasulullah SAW pun telah bersabda dalam haditsnya yang masyhur :
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai niatnya". (HR. Muttafaq Alaihi)

Niat itu adanya didalam hati dan intinya adalah tekad serta menyengaja didalam hati bahwa kita akan melakukan sholat tertentu saat ini.

2. Berdiri Bila Mampu
Sholat Jenazah tidak sah bila dilakukan sambil duduk atau diatas kendaraan (hewan tunggangan) selama seseorang mampu untuk berdiri dan tidak ada uzurnya.

3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk sholat Nabi ketika menyolatkan jenazah.

"Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (sholat ghaib) dan beliau takbir 4 kali". (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)
Najasyi dikabarkan masuk Islam setelah sebelumnya seorang pemeluk Nasrani yang taat. Namun beliau mendengar berita kerasulan Muhammad SAW, beliau akhirnya menyatakan diri masuk Islam.

4. Membaca Surat Al-Fatihah 5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW 6. Doa untuk Jenazah
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : "Bila kalian menyolati jenazah, maka murnikanlah doa untuknya". (HR. Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947)

Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :

Allahummaghfir lahu warhamhu, wa'aafihi wa' fu'anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi' madkhalahu, waghsilhu bil-ma'i watstsaljiwal-baradi.
7. Doa setelah Takbir Keempat
Misalnya doa yang berbunyi :

Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba'dahu waghfirlana wa lahu.
8. Salam

Jadi secara urutannya adalah sebagai berikut :
- Takbiratul Ihram (1)
- Membaca Al-Fatihah
- Takbir (2)
- Membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW : "Allahumma Shalli'Alaa Muhammad.."
- Takbir (3)
- Membaca Doa : "Allahummaghfir lahu war-hamhu....."
- Takbir (4)
- Membaca Doa : "Allahumma Laa Tahrimnaa Ajrahu..."
- Mengucap Salam

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma'in, Wallahu A'lam Bish-shawab. Wassalamu 'Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.


BATALKAH WUDHUNYA SUAMI - ISTERI YANG BERSENTUHAN?


Menyentuh Wanita


Ahlul ilmi terbagi dalam dua pendapat dalam menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسآءَ

“Atau kalian menyentuh wanita …” (An-Nisa: 43)

Pertama: sebagian mereka menafsirkan “menyentuh” dengan jima’ (senggama), seperti pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Ali, ‘Ubay bin Ka’b, Mujahid, Thawus, Al-Hasan, ‘Ubaid bin ‘Umair, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Qatadah dan Muqatil bin Hayyan. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/227).

Kedua: ahlul ilmi yang lain berpendapat “menyentuh” di sini lebih luas/ umum daripada jima’ sehingga termasuk di dalamnya menyentuh dengan tangan, mencium, bersenggolan, dan semisalnya. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar dari kalangan shahabat. Abu ‘Utsman An-Nahdi, Abu ‘Ubaidah bin Abdillah bin Mas’ud, ‘Amir Asy-Sya’bi, Tsabit ibnul Hajjaj, Ibrahim An-Nakha’i dan Zaid bin Aslam. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/227)


Adapun pendapat pertama, bila seseorang menyentuh wanita dengan tangannya atau dengan seluruh tubuhnya selain jima’ maka tidaklah membatalkan wudhu.
Sedangkan pendapat kedua menunjukkan sekedar menyentuh wanita, walaupun tidak sampai jima’, membatalkan wudhu.
Dari dua penafsiran di atas yang rajih adalah penafsiran yang pertama bahwa yang dimaksud dengan menyentuh dalam ayat di atas adalah jima’ sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam Al-Qur’an sendiri1 dan juga dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa semata-mata bersentuhan dengan wanita (tanpa jima’) tidaklah membatalkan wudhu.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Yang dimaukan (oleh ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala ini) adalah jima’, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma dan selainnya dari kalangan Arab. Dan diriwayatkan hal ini dari ‘Ali radhiallahu 'anhu dan selainnya. Inilah yang shahih tentang makna ayat ini. Sementara menyentuh wanita (bukan jima’) sama sekali tidak ada dalilnya dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang menunjukkan bahwa hal itu membatalkan wudhu. Adalah kaum muslimin senantiasa bersentuhan dengan istri-istri mereka namun tidak ada seorang muslim pun yang menukilkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau memerintahkan kepada seseorang untuk berwudhu karena menyentuh para wanita (istri).”
Beliau juga berkata: “Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar dan Al-Hasan bahwa menyentuh di sini dengan tangan dan ini merupakan pendapat sekelompok salaf. Adapun apabila menyentuh wanita tersebut dengan syahwat, tidaklah wajib berwudhu karenanya, namun apabila dia berwudhu, perkara tersebut baik dan disenangi (yang tujuannya) untuk memadamkan syahwat sebagaimana disenangi berwudhu dari marah untuk memadamkannya. Adapun menyentuh wanita tanpa syahwat maka aku sama sekali tidak mengetahui adanya pendapat dari salaf bahwa hal itu membatalkan wudhu.” (Majmu’ Al-Fatawa, 21/410)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Pendapat yang rajih adalah menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak, sama saja baik dengan syahwat atau tidak dengan syahwat kecuali bila keluar sesuatu darinya (madzi atau mani). Bila yang keluar mani maka wajib baginya mandi sementara kalau yang keluar madzi maka wajib baginya mencuci dzakar-nya dan berwudhu.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail, 4/201, 202)
Dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan bahwa bersentuhan dengan wanita (selain jima’) tidaklah membatalkan wudhu di antaranya:
Aisyah radhiallahu 'anha berkata:

كُنْتُ أَناَمُ بَيْنَ يَدَي رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلاَيَ فِي قِبْلَتِهِ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهَا

“Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan kedua kaki di arah kiblat beliau (ketika itu beliau sedang shalat) maka bila beliau sujud, beliau menyentuhku (dengan ujung jarinya) hingga aku pun menekuk kedua kakiku. Bila beliau berdiri, aku kembali membentangkan kedua kakiku.” (HR. Al-Bukhari no. 382 dan Muslim no. 512)
Aisyah radhiallahu 'anha juga mengabarkan:

فَقَدْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَلْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُوْلُ: اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

“Suatu malam, aku pernah kehilangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari tempat tidurku. Maka aku pun meraba-raba mencari beliau hingga kedua tanganku menyentuh bagian dalam kedua telapak kaki beliau yang sedang ditegakkan. Ketika itu beliau di tempat shalatnya (dalam keadaan sujud) dan sedang berdoa: Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak dapat menghitung pujian atas-Mu, Engkau sebagaimana yang Engkau puji terhadap diri-Mu.” (HR. Muslim no. 486)

ZIARAH KUBUR


Membahas kembali permasalahan ziarah kubur menimbulkan kekhawatiran dalam diri penulis akan hadirnya kembali memori buruk sejarah ke-Islaman di Indonesia, dan juga di banyak wilayah Timur Tengah. Dalam masalah ini, ada dua mazhab dalam Islam yang masing-masing mewakili satu kutub dari dua kutub yang saling berseberangan. Di Indonesia, dua kelompok itu adalah Muslim Tradisionalis (diwakili oleh NU), dan Muslim Modernis (diwakili oleh Muhammadiyah). Dan di sejumlah wilayah Timur Tengah, perseteruan masalah ini diwakili oleh kelompok Sufi-Tadisionalis dan kelompok Salafy.

Untuk itu, harus diingatkan sejak menit pertama memasuki pembahasan ini, agar masing-masing kelompok menepikan fanatisme; menerima perbedaan; mengedepankan dialog terbuka; memahami pendirian dan pendapat kelompok lain; dan melihat permasalah ini dalam persepektif soal-soal furû' (menyangkut fikih) dan bukan ushul (tauhid), di mana perbedaan mengenainya bukan merupakan niqmah (mala petaka), akan tetapi justru merupakan ni'mah (kenikmatan) bagi umat. Ikhtilâful Aimmah rahmah wa ittfâquhum hujjah, perbedaan di antara imam-imam umat Islam adalah rahmat, dan kesepepakan di antara mereka adalah hujjah atau dalil.

Alam Barzakh

Al-Barzakh arti lughawy-nya (secara bahasa) adalah penghalang antara dua perkara (al-hâjiz bayna syay`ayn), dan arti syar'i-nya (secara Syari'at) adalah alam yang berada di antara dunia dan akhirat, dimulai dari kematian hingga kebangkitan (al-ba'ts).

Sejumlah dalil dari al-Quran dan Hadits menunjukkan keberadaan alam ini. Di antaranya yang paling masyhur adalah adanya siksa kubur bagi mereka yang tidak berbakti kepada perintah-perintah Allah swt dan kenikmatan-kenikmatan yang Allah swt berikan bagi mereka yang saleh, mentaati perintah-Nya, dan menyayangi sesama manusia. Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. (QS. 'Âli 'Imrân 3:169).

Dengan demikian, manusia yang telah menginggal dunia bukan "mati" seperti layaknya benda-benda yang tak bernyawa. Ia hanya berpisah dari jasad, lalu menempati alam yang lain. Oleh karena itu, ia bisa mendengar, melihat dan merasakan. Tidak ada beda antara muslin dan non muslim.

Hanya saja, kehidupan alam barzakh tidak bisa digambarkan seperti kehidupan di dunia. Ia memiliki logikanya sendiri yang tidak bisa kita mengerti persisnya. Kehidupan yang kita mengerti adalah kehidupan ruh yang masih menyatu dengan jasad. Sementara alam barzakh adalah kehidupan ruh murni, 'âlamul arwâh. Bagi jiwa yang beriman, alam barzakh adalah alam kebahagiaan, ketenteraman, keimanan, dan beribadah: alam ruh yang memancarkan cahaya.

Nabi Muhammad SAW memberitahukan kehidupan alam ini dalam peristiwa perang Badar: beliau memerintahkan untuk mengebumikan dua puluh empat pemimpin Quraisy ke dalam salah satu galian di lembah Badar. Lalu beliau memanggil nama-nama mereka, "Wahai Abu Jahal, wahai Umaiyah bin Khalaf, wahai 'Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaybah bin Rabi'ah, wahai fulan bin fulan .. !! Tidakkah kaliah telah mendapati apa yang yang dijanjikan oleh Tuhan kalian sebagai suatu kenyataan? Sesungguhnya saya telah mendapati apa yang dijanjikan oleh Tuhanku sebagai suatu kebenaran".

Lalu Umar berkata, "Wahai Rasulullâh, jasad-jasad yang tak bernyawa itu tak satupun yang mampu berbicara." Rasulullâh saw menjawab, "Demi Zat yang menguasai diriku, kalian tidak lebih mendengar daripada mereka, hanya saja mereka tidak (mampu) menjawab". HR. Bukhari-Muslim.

Pada kesempatan lain, Nabi Muhammad SAW menjelaskan, bahwa seorang mayat mampu merasakan kehadiran para pengiringnya ke liang kubur, "Sesungguhnya sorang mayat mendengar suara sandal-sandal para pelayatnya di saat mereka melangkah pulang".

Ziarah Kubur

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa pada hakikatnya, seorang mayat adalah "hidup", walau dengan logika kehidupannya sendiri. Ia mampu mendengarkan pembicaraan kita dan merasakan kehadiran kita, walau ia tidak lagi berbicara dengan bahasa dan suara yang dapat kita pahami.

Karena itu, ziarah kubur bukan mengunjungi benda mati, berupa nisan. Kuburan hanyalah tempat peristirahatan terakhir seseorang. Tak lebih dan tak kurang. Kuburan tak memiliki arti sama sekali tanpa adanya seseorang yang dimakamkan di situ. Ziarah kubur adalah ziarah kepada mayat itu sendiri, yang seperti penulis paparkan, ia juga hidup seperti kita.

Kesalahan dalam memahami ziarah kubur bisa berakibat menajamnya perselisihan antar umat Islam. Banyak di antara kita yang beranggapan, bahwa ziarah kubur adalah mendatangi kuburan itu sendiri, benda mati yang tak mampu memberi kemanfaatan maupun kemadharatan. Mereka tak memahaminya sebagai rumah: kita mengunjungi rumah orang tua kita yang masih hidup, bukan demi rumah itu sendiri. Akan tetapi untuk mengunjungi orang tua kita yang bertempat tinggal di situ.

Nabi Muhammad SAW menjelaskan akan hal ini, "Tak seorangpun melewati kuburan saudaranya seiman yang ia kenal di dunia, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, kecuali ia mengenalnya dan menjawab ucapan salamnya" (Fatâwa Ibn Taymiyah).

Anjuran Rasulullâh SAW untuk ziarah kubur harus dipahami dalam persepektif ini. Sabda Rasulullâh, "(Dulu) saya melarang kalian menziarahi kuburan, maka (sekarang) ziarahlah ke kuburan, karena sesungguhnya ia mengingatkan kepada akhirat" (HR. Muslim).

Menghormati Mayat

Jika ziarah itu sendiri telah mendapat izin dari Rasulullâh SAW, bahkan kalimat akhir dari Hadits di muka memberi kesan anjuran, maka yang perlu diperhatikan adalah etika berziarah. Karena banyak dari peziarah kubur tidak memperhatikannya, sehingga ia keluar dari nilai-nilai agama. Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar dalam berziarah hendaknya dengan memperhatikan kehormatan mayat. "Turunlah dari atas kuburan, jangan sakiti pemilik kuburan itu, dan ia tidak (akan) menyakiti dirimu". (Majma' Zawâid).

Sejumlah ulama juga mengingatkan untuk bertingkah sopan di dalam berziarah: tidak memeluknya, tidak menciumnya dan juga tidak perlu mengusap-usap nisannya. Semuanya itu bertentangan dengan rasa menghormati mayat. Wallâhu A'lam.

OLEH : Abdul Ghofur Maimun